Senin, 13 Desember 2010

Anti Psikotika

Antipsikotik merupakan kelompok obat terbesar yang di pakai untuk mengobati gangguan mental. Antipsikotik di kenal sebagai neuroleptik, psikotropik, atau major tranquilizer. Obat ini memperbaiki proses pikir dan perilaku klien dengan gejala-gejala psikotik, khususnya bagi penderita skizofrenia, obat ini tidak di pakai untuk mengobati ansietas atau depresi. Dasar teorinya menyatakan bahwa gejala-gejala psikotik diakibatkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter, dopamin, pada otak. Antipsikotik menghambat reseptor dopamin pada otak, sehingga memulihkan gejala-gejala psikotik. Banyak dari antipsikotik menghambat daerah pemicu kemoreseptor dan pusat muntah(emetik) pada otak, sehingga menghasilkan efek antiemetik.
Antipsikotik dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: fenotiazin dan nonfenotiazin.
1. Fenotiazin
Fenotiazin pertama yang diperkenalkan untuk mengobati perilaku psikotik pada klien rumah sakit jiwa adalah klorpromazin hidroklorida. Fenotiazin dibagi dalam tiga kelompok alifatik. Klorpromazin berada dalam kelompok alifatik. Fenotiazin alifatik menghasilkan efek sedatif yang kuat, menurunkan tekanan darah, dan mungkin menimbulkan gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS = extrapiramidal symptoms pseudoparkinsonisme). Fenotiazin piperazin menghasilkan efek yang sedang, efek antiemetik yang kuat, dan beberapa menurunkan tekanan darah. Fenotiazin piperadin mempunyai efek sedatif yang kuat, menimbulkan sedikit gejala-gejala ekstrapiramidal, dapat menurunkan tekanan darah, dan tidak mempunyai efek antiemetik.

 Farmakokinetik
Absorpsi oral dari klorpromazin dan proklorperazin bervariasi; bentuk cair mempunyai laju absorpsi yang lebih cepat. Karena klorpromazin sangat kuat berikatan dengan protein dan mempunyai waktu paruh yang panjang; maka obat dapat mengalami akumulasi. Baik klorpromazin maupun proklorperazin dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan sebagai metabolit dalam urin.
 Farmakodinamik
klorpromazin terutama diresepkan bagi gangguan psikotik dan proklorperazin untuk mual dan muntah. Proklorperazin mempunyai efek antikolinergik dan tidak boleh diberikan kepada klien dengan glaukoma sudut sempit. Karena hipotensi merupakan efek samping dari fenotiazin, maka setiap obat antihipertensi yang diberikan pada waktu yang bersamaan dapat menimbulkan efek hipotensi aditif. Narkotik dan sedatif-hiponotik yang diberikan bersamaan dengan fenotiazin dapat menyebabkan depresi SSP aditif. Antasid mengurangi laju absorpsi dari kedua obat ini.
2. Nonfenotiazin
Nonfenotiazin yang seringkali diberikan adalah butirofenon haloperidol (haldol), yang perilaku farmakologinya mirip dengan fenotiazin.
 Farmakokinetik
Haloperidol diabsorpsi dengan baik melalui mukosa gastrointestinal. Obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang dan tinggi berikatan dengan protein, sehingga obat ini dapat diakumulasi. Sebagian besar dari haloperidol diekskresikan ke dalam urin.
 Farmakodinamik
Haloperidol mengubah efek dopamin dengan menghambat reseptor dopamin; sehingga sedasi dan EPS dapat terjadi. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Haloperidol mempunyai efek antikolinergik; sehingga harus hati-hati dalam memberikan obat ini kepada klien dengan riwyat glaukoma.

Efek samping dan reaksi yang merugikan
Ada beberapa efek samping yang sering terjadi yang berkaitan dengan antipsikotik. Banyak dari antipsikotik mempunyai efek antikolinergik, seperti mulut kering, meningkatkan denyut jantung, retensi urin, dan konstipasi. Tekanan darah menurun pada pemakaian antipsikotik; jenis alifatik dan piperidin menimbulkan penurunan tekanan darah yang lebih banyak dibandingkan dengan obat-obat yang lain. Gejala-gejala ekstrapiramidal paling sering terjadi pada fenotiazin, butirofenon, dan tiosantin dan termasuk pseudoparkinsonisme, akatisia, distonia, dan diskinesia tardif. Obat-obat antikolinergik dapat diberikan untuk menyebabkan diskrasia darah (gangguan sel darah).
Efek samping dan reaksi yang merugikan klozapin (clorazin) adalah takikardia yang teru menerus, dengan pertambahan denyut nadi 10-15 kali/menit, hipotensi (9%), dan hipertensi (4%). Efek kardiovaskular dapat dikurangi dengan dosis awal yang rendah dan secara bertahap dosis dinaikkan. Konstipasi, mual, rasa tidak enak pada abdomen, sakit kepala, muntah, dan diare kadang-kadang dilaporkan, serta inkontinensia dan retensi urin jarang dilaporkan.
Interaksi Obat
Klien yang memakai antikonvulsi tidak boleh memakai fenotiazin alifatik dan tiosantin karena kelompok-kelompok obat ini menurunkan ambang serangan kejang. Jika salah satu atau kedua kelompok antipsikotik ini diberikan, maka mungkin diperlukan antikonvulsi dalam dosis yang lebih tinggi untuk mencegah serangan kejang.
Klozapin berinteraksidengan alkohol, hipnotik, sedatif, narkotik, dan benzodiazepin sehingga memperkuat efek sedatif dari antipsikotik. Antropin melawan EPS dan memperkuat efek antipsikotik. pemakaian antihipertensi dapat menimbulkan efek hipotensi aditif.
Antipsikotik tidak boleh diberikan bersama obat antipsikotik atau antidepresi lain kecuali dengan maksud untuk mengendalikan perilaku psikotik pada individu tertentu yang refrakter terhadap terapi obat. Biasanya jika satu antipsikotik tidak efektif, maka diresepkan satu obat yang lainnya. Orang yang bersangkutan tidak boleh minum alkohol atau penekan SSP lain (seperti analgesik narkotik) bersama antipsikotik karena kemungkinan terjadinya efek depresi aditif. Telah dilaporkan bahwa kafein dapat menghambat absorpsi antipsikotik. klien geriartik mungkin memerlukan dosis yanh lebih rendah untuk mengurangi terjadinya efek samping.
Sewaktu menghentikan antipsikotik, dosis obat harus dikurangi secara bertahap untuk menghindari kekambuhan mendadak dari gejala-gejala psikotik.

Proses keperawatan: Antipsikotik

Pengkajian
• Dapatkan tanda-tanda vital dasar yang dapat dipergunakan sebagai pembanding dengan tanda-tanda vital di waktu mendatang
• Dapatkan dari klien riwayat terapi obat yang sekarang di pakai. Jika klien memakai antikonvulsi, dosis obat perlu ditingkatkan kerana antipsikotik cenderung menurunkan ambang serangan kejang.
Perencanaan
• Perilaku psikotik klien akan dikendalikan dengan obat antipsikotik dan psikoterapi.
Intervensi Keperawatan
• Pantau tanda-tanda vital. Hipotensi ortostatik mungkin terjadi pada fenotiazin alifatik dan piperidin dan dengan tiosantin. Periksa tekanan darah dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri. Klien mungkin perlu duduk di tepi tempat tidur beberapa menit sebelum bangkit.
• Tetaplah bersama klien ketika ia meninum antipsikotik. Beberapa klien mungkin akan menyembunyikan obat-obat tersebut.
• Berikan fenotiazin IM dengan dalam pada otot karena larutan obat dapat mengiritasi jaringan lemak. Periksala tekanan darah 30 menit setelah fenotiazin diinjeksi IM untuk melihat apakah ada penurunan tekanan darah yang nyata.
• Amati klien akan adanya EPS: distonia akut (spasme lidah, wajah, leher, dan punggung), akatisia (gelisah, tidak dapat duduk dengan tenang, mengetuk-ngetukkan kaki) pseudoparkinsonisme (tremor otot, rigiditas, berjaan dengan menyeret kaki), dan diskinesia tardif (mengecapkan bibir, menjulurkan lidah, dan gerakan mengunyah yang konstan).
• Pantau keluaran urin. Retensi urin dapat terjadi akibat pemakain antipsikotik.
• Pantau kadar glukosa serum. Kadang-kadang antipsikotik dapat mengubah kadar glukosa.

DAFTAR PUSTAKA
G.Katzung, Bertram.2002.Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 8.Jakarta:Salemba Medika
G. Katzung, Bertram.1997.Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi VI.Jakarta.EGC
L.Kee, Joyle dan R.Hayer Evelyn.1996.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.Jakarta:EGC